Anda mungkin mengetahui bahwa sebagian marga Siboro memakai
marga Purba. Dahulu kala tersebutlah dua orang kakak-adik dari keturunan Siboro
yang bernama Raja langit dan Raja Ursa. Ayah mereka ini bernama Tentangniaji.
Sekilas Cerita Mengenai Anak Raja Tentangniaji - Siboro Blog
Mereka mengadakan perjalanan ke daerah Dairi. Setelah sampai
di Tungtungbatu, maka Raja langit menikah dengan seorang wanita yang melahirkan
seorang anak dan diberi nama Tungtungbatu. Keturunan Tungtungbatu inilah yang
memakai Marga Purba didaerah itu.
Sedangkan Raja Ursa meneruskan
perjalanannya ke Lehu dan menikah disana dgn seorang wanita yang
melahirkan seorang anak yang diberi nama Raja Lehu, keturunannnya juga memakai Marga Purba.
Kemudian mereka berdua meninggalkan daerah itu menuju daerah
Simalungun. Raja Langit bermukim di
Langgiung Purba dan menikah lagi ditempat ini. Dari wanita yang
dinikahinya lahir dua anak yang diberi nama Raja Parultop (Datu Parulas) dan
Tuan Purba. Demikian juga Raja Ursa, tdk mau kalah dengan saudaranya. Dia pergi
menuju Nagasaribu Simalungun dan menikah lagi dan isterinya melahirkan dua anak
yang diberi nama:Raja Nagasaribu dan Tuan Binangara. Keturunan anak2nya ini
memakai Marga Girsang. Klan yang
masuk marga ini adalah Girsang Rumaparik, Girsang Parhara dan Girsang Silangit.
Raja Parultop sebelumnya disebut Datu Parulas, tetapi karena
pekerjaannya selalu marultop, maka dia dipanggil Raja Parultop Ultop pada jaman
itu dipakai untuk menangkap burung. Alat ini terdiri dari sepotong bambu dan
dilengkapi dengan alat yang tajam yang dimasukkan kedalam bambu tersebut
dan ditiup untuk meluncurkan alat
semacam panah kesasaran tembak.
Raja Parultop inipun menikah dan isterinya melahirkan
seortang anak yang bernama Suha. Setelah si Suha ini dewasa,dia menikah dan
lahir anaknya yang diberi nama Tuan Hinalang. Keturunan Suha ini memakai Marga Siboro.
Suatu ketika Raja Parultop melihat seekor burung, dia
mengintai burung itu sembari membawa ultopnya. Pada saat-saat dia mulai siap2
meniup ultopnya, burung tersebut terbang. Dia ikuti terus kemana burung terbang
dan berpesan kepada orangtuanya bahwa bila mereka melihat daun-daun an layu
berarti pertanda bahwa dia mengalami kesulitan dalam perjalanannya, dan segera
meminta agar menyuruh orang melihatnya.
Burung yang diikutinya sudah sampai ke daerah Sagala. Setelah
dia sampai ke huta Sagala,tiba-tiba dia melihat seseorang tiarap mengintai
seekor babi hutan yang lehernya berkalungkan rantai. Dia lalu bertanya, mengapa
dia bersembunyi di semak-semak.lalu laki-laki itu menjawab : Tanaman saya habis
dimakan babi hutan yang berkalungkan rantai itu. Tapi saya kesulitan menangkap
babi tersebut, lalu Raja parultop menawarkan diri untuk menangkapnya. Kalau
kamu kesulitan menangkapnya, maka saya akan bantu saudara menangkapnya. Laki-laki
itupun senang dan dia berkata : Bila kamu berhasil menangkap binatang itu maka saya akan memberikan anak saya untuk
dijadikan isteri. Aku memiliki tujuh gadis, dan terserah kamu memilihnya.
Raja parultop dgn laki-laki itu mengadakan perjanjian dan
sepakat untuk memenuhi perjanjian diantara mereka.
Raja Parultop meminta kepada laki-laki itu demikian: Bila
saya meninggal, agar jangan langsung dikubur, tapi bawalah saya ke sopo
(semacam tempat peristirahatan). Baiklah , kata laki-laki itu, lalu laki2 itu
menunjukkan tempat babi hutan yg merusak tanamannya(aili) kepada raja Parultop.
Raja parultop langsung menggunakan ultopnya ..Tesss..Babi hutan kena bidikannya
dan mati. Tiba-tiba datang semacam burung elang yg berkepala tujuh ( lali
sipitu ulu) untuk memukul Raja Parultop. Dibidiknya juga lali sipitu ulu (Burung
elang yang berkepala tujuh) dan kena..dan mati, tetapi sial baginya, bangkai
lali sipitu ulu menimpa tubuhnya dan Raja Parultop ikut tewas. Sesuai dengan
janji mereka, Bangkai Raja Parultop dibawa ke sopo. Baca Juga : ( Tata Cara Adat Perkawinan Batak Simalungun - Siboro Blog )
Dengan kematian raja parultop, maka daun-daunan atau bunga
menjadi layu sebagai tanda pesan Raja parultop ke orangtuanya. Sesuai pesannya,
orangtuanya memerintahkan anak raja Parultop yang bernama Suha mencarinya. Suhapun
pergi mencari ayahnya dan ditemukan Raja parultop ayahnya telah terbujur meninggal
di sopo. Dengan ilmu yang dimiliki oleh Suha, dia meletakkan semacam pencegah
kematian keatas tubuh ayahnya yang dalam bahasa batak disebut : Taoar
pangabangabang, Taoar pangubungubung, sipangolu naung mate, siparata naung
busuk. Dengan meletakkannya ke tubuh sang ayah, ahirnya Raja parultop hidup
kembali.
Berhubung Raja Parultop hidup kembali, maka laki-laki tersebut
memenuhi janji (padan) yang telah disepakati dan menawarkan agar raja parultop
memilih satu dari ketujuh wanita itu sebagai isterinya.
Baiklah kata raja Parultop, sebelum saya menentukan pilihan, saya
mau mengundang ketujuh putrinya untuk melewati sebuah sungai. Mereka bertujuh
disuruh Raja Parultop menyeberangi sungai yang ada didesa itu. Putri pertama
hingga keenam memakai pakaian yang indah dan selalu mengangkat pakaiannya pada
saat menyeberangi sungai agar tdk basah, tetapi putri ketujuh memakai pakaian yang
paling jelek diantara mereka membiarkan pakaiannya basah menyeberangi sungai
itu. Dia tidak mengangkatnya. Lalu Raja Parultop menentukan bahwa putri yang
berpakaian jelek itu saja sebagai isterinya, Karena dialah yang mengetahui adat
dan mengerti kesopanan. Nama Putri itu adalah Asangpagar. Dialah menjadi isteri
Raja Parultop yang melahirkan tiga anak baginya.
Si Suha juga menetap tinggal didaerah Sagala dan menikah
disana, Isterinya melahirkan satu anak dan dinamai Raja Suha. Demikianlah sekilas
cerita keturunan Guru Tentangniaji.
Demikian artikel, Sekilas Cerita Mengenai Anak Raja Tentangniaji - Siboro Blog, Apabila artikel ini bermanfaat bagi orang lain mohon untuk di share, Terima Kasih.
Sumber : Walsinur Silalahi
0 komentar:
Posting Komentar