https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8KWjHv5u-awuhlA_pWpPpLnKj-a1t-0D8TleD9tTHZCrIo5nB9iQz9Ee8cZhKhGgvKwp0vRFjQ2hmGaA3bUVotlqcrv0xiw7HeQ_B4nnbWgNtwN9Hl8RrwDR7ip7tuWGTuWcygwZxCdGV/s1600/ignielcom.png106660612706164 https://developers.facebook.com/tools/debug/sharing

Raduga Kh-59, Rudal TNI AU Paling Pemalu – Siboro Blog

Posted By siboroblog on Selasa, 18 Juli 2017 | Juli 18, 2017

Raduga Kh-59, Rudal TNIAU Paling Pemalu – Siboro Blog - Saat ini TNI AU sudah memiliki sejumlah arsenal rudal udara-permukaan yang dapat dipergunakan untuk ‘memukul’ kapal perang. Dari Amerika Serikat sudah ada AGM-65 Maverick, sementara dari Rusia rudal Kh-31 sudah terbeli untuk armada Su-30. Pada kenyataannya, kedua rudal ini menghuni segmen rudal anti sasaran permukaan jarak dekat sampai menengah.

Raduga Kh-59, Rudal TNI AU Paling Pemalu – Siboro Blog

Raduga Kh-59, Rudal TNI AU Paling Pemalu – Siboro Blog

Maverick memiliki jarak efektif 22-30 kilometer, sementara Kh-31 varian anti kapal punya jarak maksimal sampai dengan 100+ kilometer. Di atas kertas angka ini terlihat digdaya, namun perkembangan teknologi telah membuat radar yang digunakan kapal perang semakin bernas.

Mendeteksi sasaran sebesar Su-30 yang terbang mendekati formasi kapal perang pada jarak 100-150 kilometer saat ini bukanlah hal yang sulit untuk radar kapal perang, apalagi kalau pesawat pembawa rudalnya tidak dilengkapi dengan perangkat EW (Electronic Warfare) seperti jammer.
Di kawasan Asia Tenggara saja, kapal perang AL di kawasan sudah menggunakan radar S-Band modern yang jangkauannya dalam kondisi ideal bisa mencapai 200km dalam cuaca cerah. Tidak ada lagi ceritanya seperti dalam Perang Falklands, ketika Kapten Agusto Cesar Bedacarratz dan Letnan Armando Mayora dapat melepaskan rudal AM39 Exocet dari Super Etendardnya dan mengaramkan HMS Sheffield.

Di era saat ini, dengan semakin berkembangnya teknologi, pesawat tempur pembawa rudal anti kapal harus melepaskan rudalnya sedini mungkin sebelum disorot oleh radar kapal, sehingga memperbesar kemungkinan perkenaan rudal karena terjaganya unsur kejutan.
Nah, kejutan berikutnya datang dari SIPRI, organisasi Swedia yang melakukan riset berkala mengenai transfer alutsista dunia. SIPRI menengarai bahwa pada 2010 Indonesia sudah melakukan pembelian 10 unit rudal Raduga Kh-59M (kode NATO: AS-18 Kazoo).

Di antara catatan pembelian rudal untuk Su-30, data SIPRI sudah terbukti akurat dengan penampakan dummy atau versi latih rudal yang digotong oleh Su-30 dalam berbagai kesempatan. Hanya tinggal Kh-59M saja yang belum pernah menampakkan dirinya, apakah TNI AU memang sengaja menyimpan rudal taktis ini sebagai senjata strategis yang hanya dikeluarkan sebagai pamungkas di saat-saat tergenting?

Rudal Kh-59M sendiri merupakan salah satu varian dari rudal Kh-59 (AS-13 Kingbolt). Di antara jajaran arsenal rudal udara-permukaan Blok Timur, Kh-59 buatan pabrikan Raduga merupakan salah satu rudal pertama yang dihadirkan di hadapan publik sesudah Uni Soviet bubar jalan.
Sosok rudal ini justru dipergoki dalam pameran IDEX di Dubai pada 1991, yang sudah tentu dimaksudkan untuk dijual untuk pembeli yang tertarik, demi menarik devisa untuk menghidupi Rusia yang saat itu ada di ambang kebangkrutan.

Namun apabila ditilik dari sejarah pengembangannya, riset pengembangan Kh-59 sudah dilakukan jauh sebelum itu. Pada pertengahan 1980an, militer Uni Soviet sudah menyadari bahwa perkembangan yang sangat cepat dalam teknologi radar dan pertahanan udara baik itu aktif maupun pasif telah menyebabkan makin sulitnya misi penetrasi pesawat serang, baik itu di ketinggian tinggi maupun rendah.

Rudal-rudal udara-darat yang digotong pesawat tempur Rusia saat itu tidak memiliki jarak yang memadai untuk dapat memberikan margin keselamatan bagi pesawat pembawanya. Kehadiran sistem MIM-104 Patriot yang mulai matang di awal 1980an dengan jarak efektif 90km (PAC-2) membuat para perencana militer Soviet makin ketar-ketir.

Mengembangkan satu rudal taktis dengan jangkauan jauh pun menjadi satu pilihan yang tak terelakkan. Pertanyaan berikutnya, akan seperti apakah desain rudalnya? Apakah perlu membuat rudal dengan kecepatan sangat tinggi dengan motor turbojet seperti desain rudal yang sudah-sudah?
Apabila yang dicari kecepatan tinggi, jarak jangkau harus dikorbankan dan material pembuat rudalnya harus menggunakan bahan ringan dan tahan panas seperti titanium yang mahal.

Lalu untuk sistem pemandunya, sistem apakah yang akan digunakan? Perlukah mengandalkan radar sebagai pemandu, sementara sistem pengacau radar semakin canggih, apalagi Uni Soviet kalah canggih dalam soal pengembangan sistem radar.

Raduga Kh-59, Rudal TNI AU Paling Pemalu – Siboro Blog

Salah satu pabrikan yaitu Raduga yang memiliki spesialisasi pembuatan rudal jelajah berupaya menjawab tantangan tersebut dengan konsep mereka yang dinamai D-9. D-9 dikembangkan dengan mengacu pada tipe rudal Kh-58 (kode NATO: AS-11 Kilter) yang merupakan rudal anti radiasi dengan jangkauan 120 kilometer.

Namun begitu, Kh-58 memiliki karakteristik kecepatan tinggi, yang terbukti problematik ketika harus disandingkan dengan sensor pemandu. Untuk rudal baru yang bisa didesain standoff tersebut, sistem pemandu yang dipilih adalah elektro-optik, dimana pesawat penembak dapat mengendalikan vektor rudal secara aktif melalui layar LCD yang terpasang di kokpit. Singkatnya, sistem pemandu berbasis televisi seperti pada AGM-65 Maverick versi standar.

Sistem pemandu berbasis elektro-optik jauh lebih tahan dari kemungkinan jamming, walaupun memang menuntut konsentrasi dan kejelian awak yang berada di balik kokpit. Sistem pemandu pada D-9 menggunakan modul elektro optik yang juga terpasang pada rudal Kh-29T, dipasang pada gimbal dan distabilisasi pada dua sumbu.

Saat melesat dengan kecepatan sangat tinggi, operator senjata atau pilot kesulitan untuk mencari, mengenali, dan mengarahkan rudal terus-menerus ke sasaran; sedikit perubahan pada input saja bisa membelokkan arah rudal secara ekstrim.

Rudal didesain dengan sistem pemandu inersial, dimana operator senjata/ pilot memasukkan koordinat dimana posisi sasaran berada; koordinat ini akan disimpan oleh chip memori yang terpasang pada rudal. Pesawat pembawa tinggal meluncurkan rudal pada jarak tertentu, versi pertama Kh-59 menuntut peluncuran dari jarak 40km untuk perkenaan pasti.
Kh-59 menggunakan sayap sekunder (canard) dan sayap utama yang dapat dilipat pada saat dibawa dengan trailer maupun pada saat tergantung di bawah pesawat. Rudalnya memiliki dua motor roket berbahan bakar padat, yang terdiri dari segmen booster di bagian belakang, dan motor sustainer di depannya.

Pada saat fase peluncuran awal, booster akan beraksi begitu rudal terlepas dari pylon berkat ledakan cartridge piroteknik AKU-58-1 yang sekaligus membebaskan antena yang menangkap perintah dari pemandu rudal. Di bagian depan, pelindung lensa elektro optik dari bahan metal berkode AMG-6 juga ikut terlepas. Saat rudal terlepas, sayap-sayap rudal pun terkembang, dan akhirnya rudal meluncur dengan bantuan roket sustainer.

Saat rudal sampai pada radius 5-10 kilometer dari sasaran, rudal akan menurunkan ketinggian sampai tinggal 4-7 meter di atas permukaan laut untuk mengurangi kemungkinan deteksi dari sistem pertahanan lawan, sekaligus mulai mentransmisikan sinyal video terenkripsi ke pesawat peluncur.
Apabila terbang di atas permukaan tanah, Kh-59 terbang lebih tinggi dengan minimal ketinggian 100 meter di atas permukaan tanah. Operator senjata/ pilot akan melihat apa yang dilihat oleh kamera pemandu, dimana ada beberapa moda yang dipilih yaitu tangkapan normal (day view) dan termal untuk memberikan kontras sasaran yang lebih baik.

Disinilah peran operator senjata/ pilot bermain untuk mengarahkan rudal sampai ke sasaran, dimana motor roket utama langsung menyala dan rudal melesat lebih cepat dibandingkan kecepatan jelajahnya sampai ke sasaran. Setiap kali operator senjata/ pilot menggerakkan joystick, input tersebut akan mengubah sudut keempat sirip kendali utama untuk mengarahkan rudal ke sasaran yang ditentukan oleh retikula pada layar di kokpit.

Sumber tenaga untuk mengubah sudut sayap rudal bersumber dari baterai yang tersimpan di dalam tubuh rudal. Seeker optik pada Kh-59 juga dapat digunakan untuk mengunci sasaran seperti kapal, selama sasaran memiliki kontras yang tinggi dibandingkan dengan latar belakang di sekitarnya.
Dengan hululedak 147kg TNT yang didesain dengan pola shaped charge, satu hantaman Kh-59 pada lambung kapal dipastikan dapat melubangi kapal, atau menghancurkan bangunan tanpa perkuatan khusus. Sebagai perbandingan, rudal Exocet MM40 memiliki bahan peledak seberat 168kg.

Kelemahan dari Kh-59 sendiri dengan desainnya ada 2: yang pertama, rudal jelas tidak dapat menemukan sasarannya secara independen. Koordinat lawan dapat diperoleh melalui penerbangan pesawat intai, tangkapan radar dari kapal perang kawan (untuk sasaran maritim), atau citra foto satelit, tetapi tidak ada jaminan bahwa sasaran tidak berpindah tempat, terutama bila sasarannya berupa kapal perang atau kendaraan pembawa rudal jelajah misalnya. Belum lagi resiko pesawat pengintai tertembak duluan oleh sistem pertahanan lawan.

Kelemahan yang terakhir dari sistem Kh-59 adalah ketergantungan pesawat pembawa dengan pod datalink sistem kendali rudal APK-9 Tekon-1 buatan perusahaan Tekon Elektron, Ukraina. Pod APK-9 menyediakan sistem panduan terus-menerus berkat antena modulasi yang mengirimkan sinyal untuk berkomunikasi dengan rudal yang melesat di udara. Antena tersebut terpasang di bagian depan dan ekor, sehingga saat pesawat peluncur sudah berbalik arah, komunikasi dengan rudal selalu terjaga. Baca Juga : ( Budidaya Tanaman Kemiri (Aleurites moluccana Willd) - Siboro Blog  )

Selama pengujian yang dilakukan oleh AU Rusia dengan menggunakan Su-17M4, Kh-59 memiliki tingkat perkenaan yang tinggi, hanya 1-1,5 meter dari titik tengah retikula. Pengujian dianggap sukses dan Kh-59 bisa masuk produksi pada tahun 1984 untuk melengkapi pesawat serang Su-24M Fencer yang memang menggunakan konfigurasi pilot dan navigator.

Karena membutuhkan konsentrasi tinggi di fase terminal, Su-24M dianggap ideal untuk platform peluncur Kh-59. Para desainer Raduga memenangkan penghargaan negara atas jasa mereka mendesain Kh-59.
Pada pertengahan 1990an, Raduga mendesain ulang Kh-59 dan menyempurnakannya menjadi Kh-59M. Perubahan yang terjadi adalah desain ulang pada silinder rudal dimana tubuh rudal kini sedikit lebih panjang. Posisi sayap kendali utama lebih ditarik ke belakang, begitu juga sirip sekunder yang kini lebih panjang.
Untuk menambah jarak luncur rudalnya sendiri, Raduga mengombinasikan antara propelan padat pada motor roket dengan mesin turbofan RDK-300 buatan Soyuz OKB menggunakan fairing yang terpasang di sisi bawah silinder rudal. Mesin turbofan ini akan membawa rudal selama penerbangan menuju sasaran dengan kecepatan Mach 0,9-1 pada ketinggian hanya 10-15 meter di atas permukaan laut.

Penggunaan mesin turbofan ini membantu meningkatkan jarak luncur yang bisa mencapai 200 kilometer, membuat Kh-59M menjadi rudal standoff sejati. Perubahan lain adalah pada hululedak yang kini ditambah dua kali lipat menjadi 315kg TNT untuk sasaran keras atau 280kg untuk hululedak fragmentasi.

Dengan kenaikan bobot hululedak sampai dua kali lipat tersebut, diharapkan sasaran berupa korvet atau frigat ringan dapat ditenggelamkan dalam sekali hantaman.

Demikian Artikel, Raduga Kh-59, Rudal TNI AU Paling Pemalu – Siboro Blog, Apabila menurut Anda, artikel ini bermanfaat bagi orang lain, Mohon untuk di Share. Terima Kasih.
Blog, Updated at: Juli 18, 2017

0 komentar:

Posting Komentar

Label

Bercam (35) Bisnis (9) Budaya (11) Firtu (73) Kesehatan (81) Musik (60) properti (55) telco (10) Tips (36)
Diberdayakan oleh Blogger.
/* script Youtube Responsive */