https://4.bp.blogspot.com/-ie52Oh_wT-s/WHHi75UACjI/AAAAAAAAEYE/PnOATooq-Y4v_HVhR_AakM0G2d699uWIwCLcB/s1600/ignielcom.png106660612706164 https://developers.facebook.com/tools/debug/sharing

Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog

Posted By siboroblog on Rabu, 26 April 2017 | April 26, 2017


Purba secara etimologi bermakna timur, kata ini serumpun dengan kata "purwa" dalam bahasa Jawa. Kata ini berakar dari bahasa Sanskerta "purva". Pengaruh budaya India yang kental dengan corak Hindu-Buddha menyebar luas ke tengah masyarakat di seluruh kepulauan nusantara,seiring dengan itu bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa menjadi media dalam penyebaran agama Hindu-Buddha. 

Perkembangan ini sudah dimulai jauh sebelum lahirnya tahun Masehi, para sejarawan dan budayawan Indonesia sendiri dengan tegas mengakui bahwa agama Hindu-Buddha sangat besar peranannya dalam mewarnai kebudayaan nusantara dan banyak mempengaruhi perkembangan masyarakat hingga masuknya era kolonialisme.

Purba merupakan salah satu marga dari empat marga besar di Simalungun. Marga ini terbagi ke dalam beberapa cabang yaitu Tambak, Sidasuha, Sidadolog, Sidagambir, Sigumonrong, Silangit, Tambun Saribu, Tua, Tanjung, Pakpak, Siboro, Girsang, Tondang, Sihala, dan Manorsa. Penamaan Purba sebagai marga dari suatu kelompok masyarakat Simalungun dapat dideskripsikan bahwa nenek moyang mereka berasal dari arah timur pulau Sumatera. 

Leluhur awal marga Purba kemungkinan besar datang dari Siam atau Mongol, ada dua lokasi yang diduga menjadi tempat berlabuh dan pintu masuknya ke Sumatera Timur, yaitu pesisir Serdang Bedagai atau Asahan sekarang. Batrlett (1952:633) menulis sebagaimana dikutip dari Arlin Dietrich (2003:13) bahwa nenek moyang orang Simalungun pada awalnya berkedudukan di pesisir pantai timur dan akibat desakan dari populasi etnis Melayu yang datang dari Semenanjung Melayu mereka lalu berpindah ke pedalaman hingga mencapai pantai Danau Toba dan berbaur dengan masyarakat setempat. 

Sampai sekarang penduduk Melayu di Serdang dan Deli masih banyak yang mengakui kalau nenek moyang mereka berawal dari suku Simalungun. Leluhur Purba yang pertama ini lalu mengidentifikasikan dirinya dengan sebutan Purba yang bermakna timur, ia adalah seorang penganut Buddha dari kalangan bangsawan yang terpaksa hijrah meninggalkan tanah leluhurnya demi untuk menyelamatkan diri akibat ancaman gejolak perang dan kekacauan hari terbit di seberang pulau Sumatera. Kehadirannya ke tanah Simalungun disambut hangat oleh penduduk setempat dan diberikan keleluasaan hidup bergaul bersama mereka. Si Purba kemudian menikah dengan salah seorang puteri dari kaum pribumi dan diberikan sebidang tanah untuk tempat tinggal.

Pada awalnya marga Purba tidak mengenal sub atau cabang marga seperti yang dikenal saat ini. Besar dugaan cabang-cabang yang ada sekarang merupakan hasil proses afiliasi dari para pendatang yang membaurkan diri dengan kelompok marga Purba awal. Artinya sebelum ada Tua, Tambak, Silangit, Sigumondrong, Sidasuha, Sidadolog, Sidagambir, Tanjung, Tambun Saribu, Tondang, Girsang, Pakpak, dan Siboro; kelompok masyarakat bermarga Purba itu telah ada. Jadi munculnya cabang marga tidak seiring dengan kelahiran induknya, karena jauh sebelum adanya cabang, induk marga itu sudah lama eksis dan berkembang di Simalungun. 

Tidak diketahui pasti sejak kapan awal kemunculan cabang-cabang marga Purba, namun besar kemungkinan terjadi setelah abad 11 Masehi. Terbentuknya cabang-cabang tersebut terjadi pasca adanya migrasi dari suku sekitar yaitu dari Pakpak dan Minangkabau. Artinya cabang-cabang marga Purba yang ada sekarang ini bukanlah keturunan langsung dari marga Purba melainkan pihak luar yang membaurkan diri atau berafiliasi ke dalam marga Purba agar dapat diterima menjadi bagian dari masyarakat pribumi Batak Timur, yang saat ini lebih populer disebut Simalungun. Bila dirunut ke belakang telah terjadi dua gelombang migrasi sejumlah suku bangsa ke tanah Simalungun, pertama adalah komunitas pembentuk marga Purba itu sendiri yang datang dari Siam atau Mongol, peristiwa ini terjadi sebelum tahun 500 Masehi. Kedua migrasi dari suku sekitar yang kemudian membentuk cabang-cabang marga Purba. 

Dalam buku Sari Sejarah Serdang edisi I karya Tengku Luckman Sinar yang dikutip dari tulisan Wilkinson dalam buku "Papers on Malay Subjects" dijelaskan bahwa pada sekitar tahun 1377 Masehi telah terjadi gelombang eksodus masyarakat Minangkabau ke daerah pesisir Sumatera Timur setelah Singapura dihancurkan oleh Majapahit, kemudian diikuti gelombang kedua yang terjadi pada tahun 1611 Masehi, pada masa ini perpindahan mereka sampai ke semenanjung Malaya.

Perkembangan Marga Purba

Bila ditinjau dari aspek historis, sedikitnya ada empat kelompok besar cabang marga Purba yang berbeda keturunan, yaitu Silangit, Tambak (Sigumondrong, Sidasuha, Sidadolog, dan Sidagambir), Tua (Tanjung, Tondang, dan Tambun Saribu), dan Siboro (Pakpak, Girsang, dan Sihala).

Menurut cerita lisan di Simalungun, leluhur Purba Silangit berasal dari Batu Silangit di Dolog Silou, dari tempat ini keturunannya kemudian menyebar ke wilayah Simalungun lainnya hingga tanah Karo, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai seperti Panribuan, Gunung Panribuan, Gunung Mariah, Langit Sinombah, Raya, dan Silou Kahean. Dari Gunung Mariah keturunannya kemudian banyak yang hijrah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Silangit. Ada sebuah pendapat yang menyatakan bahwa Purba Sigulang Batu konon lahir dari salah seorang keturunan Purba Silangit yang pergi berkelana ke Humbang. 

Pada zaman dahulu di sekitar Dolog Tinggi Raja pernah dikuasai Purba Silangit, konon terbentuknya cagar alam Dolog Tinggi Raja adalah akibat dari tragedi  bencana banjir yang menimpa wilayah kekuasaan mereka, masyarakat setempat meyakini usai tragedi inilah sebagai awal mula munculnya massa air panas dan kawah putih di wilayah ini. Hingga saat ini sejumlah kecil keturunan Purba Silangit masih mendiami kawasan ini.

Adapun Purba Tambak menurut penuturan alm. Tuan Bandar Alam Purba Tambak (Raja Dolog Silou terakhir) leluhurnya datang dari Pagaruyung yang mengembara melalui Natal terus ke Singkil lalu ke Dairi, dia kemudian meneruskan perjalanan ke arah timur hingga sampai ke wilayah Nagur. Dia mendirikan kampung pertama bernama Tambak Bawang, dia lalu membuat sebuah kolam dari sebuah rawa-rawa (Simalungun: bawang/rawang). 

Dia adalah seorang pemburu yang ulung dan pemancing yang handal, hal inilah yang menginspirasi lahirnya simbol Purba Tambak yaitu "ultop" dan "bubu". Masyarakat disekitarnya pun berdatangan meramaikan tempat itu, mereka lalu mengangkatnya sebagai kepala kampung (pangulu) Tambak Bawang. Jabatan itu terus dipegang oleh keturunannya hingga beberapa generasi. Muncullah salah seorang keturunannya yang bernama Tuan Jigou yang meneruskan jabatan sebagai pangulu. Dia menikah dengan puteri Raja Nagur marga Damanik dan melahirkan seorang putera bernama Tuan Sindar Lela, ayahnya berharap puteranya ini akan membawa kejayaan bagi keluarga sehingga dinamakan Sindar Lela, yang bermakna sinar yang berkilau. 

Puteranya inilah yang bertemu dengan Puteri Hijau di aliran Sungai Petani dekat pohon tualang, sejak saat inilah muncul gelar Purba Tambak Tualang. Berkat bantuan Puteri Hijau yang mendesak Sultan Aceh agar segera menobatkan saudaranya yaitu Sindar Lela sebagai Raja Silou meneruskan Kerajaan Silou telah berdiri sebelumnya oleh Panglima Indrawarman. Dia menikah dengan puteri Raja Nagur bernama Ruttingan Omas dan melahirkan 2 orang putera, yang sulung bernama Tuan Tariti dan yang bungsu Tuan Timbangan Raja. Anak yang sulung pindah ke Silou Buntu dan menjadi penguasa di tempat itu, sementara yang bungsu pindah ke Silou Dunia. 

Tuan Timbangan Raja inilah yang menikah dengan puteri Bunga Ncolei puteri Sibayak Pintu Banua dari Barus Jahe dan melahirkan seorang putera bergelar Raja Marubun yang menjadi leluhur Purba Tambak Lombang dan seorang puteri. Tuan Timbangan Raja juga menikah dengan puteri dari Parti Malayu marga Damanik, darinya lahir seorang putera. 

Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog

Gambar 1 : Raja Dolog Silou, Tuan Tanjarmahei Purba Tambak

Purba Sidasuha berasal dari Suha Bolag dekat Tiga Runggu, sebuah kampung yang didirikan oleh Raja Silou. Dalam laporan J. Tideman yang dimuat dalam bukunya "Simeloengoen : het land der Timoer-Bataks in zijn vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het cultuurgebied van de Oostkust van Sumatra", dia mengisahkan bahwa pada zaman dahulu Tuhan Suha Nabolak memiliki dua orang anak, yang sulung bekerja sebagai petani, sedang yang bungsu setiap pagi pergi untuk mengambil tuak untuk dibawa pulang kemudian pergi berburu. 

Akibat sering pulang terlambat, abangnya selalu menyantap habis makanan dan juga tuak yang diusahakan adiknya, sedang adiknya hanya mendapatkankan sisa-sisa. Hal ini menimbulkan kemarahan adiknya, dia lalu memukul abangnya sehingga pergi meninggalkan rumah dan bersembunyi di hutan. Akibat perlakuan tidak adil yang dialaminya, adiknya memutuskan untuk meninggalkan Suha Bolag. Namun sebelum dia pergi, dia teringat dengan kitab kuno yang dimiliki ayahnya yang terbuat dari kulit kayu alim warisan keluarga turun temurun bernama Pustaha Panei Bolon. Dengan mempelajari kitab tersebut manusia akan mampu mengetahui kapan saat yang benar dalam melakukan sebuah tindakan. Dia lalu mengambil kitab tersebut dan membawanya menuju arah timur hingga tiba di kampung Dusun Raja Nagur. Kampung ini sekarang terletak di sekitar Pamatang Panei. Di tempat ini dia menikah dengan putri kepala kampung bermarga Damanik. Sejak berada di tempat ini dia berikrar mengganti marganya sebagai Purba Suha atau Sidasuha. Dia semakin dikenal secara luas oleh masyarakat setelah kematian ayah tirinya yang menjabat sebagai kepala kampung. Dia mencoba memperluas wilayah dengan menaklukkan Dusun Sapala Tuhan. Kemudian berkembang desas-desus di tengah masyarakat bahwa dia memiliki kekuatan gaib yang bersumber dari kitab Pustaha Panei Bolon, orang menduga dia berhasil melakukan segala hal berkat bantuan kitab tersebut. Kerajaannya disebut Panei dan ibukotanya Pamatang Panei. 

Para penguasa Panei ketika dikukuhkan sebagai raja wajib duduk di atas Pustaha Panei Bolon sebagai syarat untuk sah menjadi Raja Panei. Pada zaman dahulu, di lingkungan istana Kerajaan Panei ada tiga jabatan yang berfungsi sebagai Dewan Kerajaan, yaitu :

1.    Orang Kaya dari marga Purba Girsang dan diwakili oleh Tuan Dolok Batu Nanggar, salah seorang Parbapaan yang dulu menjadi vazal Panei.
2.    Jagoraha atau panglima pasukan, jabatan ini dipegang oleh seorang dari marga Purba Tambun Saribu yang diwakili oleh Tuan Simarimbun Parbapaan Panei.
3.    Tuan Suhi dari marga Purba Sidadolog yang diwakili oleh Tuan Sinaman Parbapaan Panei.

Raja pertama Panei menurunkan seorang putra yang pincang bernama Marsitajuri, salah satu kakinya lebih panjang dari yang lain. Dalam kondisi pincang, Marsitajuri masih sanggup menunggang kuda dan menjadi panglima dalam setiap peperangan, sejak itu dikenallah ia dengan julukan Parhuda Sitajur. Dia menaklukkan berbagai kampung termasuk Dusun Siantar, Urung Sidadolog, dan 

Dusun Sapala Tuhan (sekarang Panei Hulu), dan membangun sejumlah kampung. Pada masa pemerintahannya, perluasan wilayah Kerajaan Panei terus dilakukkannya, pihak lawan sangat takut padanya. Berkat kesaktian kudanya yang dapat menghilang di tengah peperangan, pihak lawan kerap menggelarinya dengan "Hantu Panei" yaitu roh yang jahat. Sampai sekarang orang masih mengingat sumpah bahwa Hantu Panei adalah hantu yang paling jahat.

Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog

Gambar 2 : Raja Dolog Silou, Tuan Ragaim Purba Tambak Bersama Para Penasehatnya

Pada generasi berikutnya, salah seorang keturunan Purba Sidasuha yang berdiam di sebuah pegunungan membentuk cabang baru dengan sebutan Purba Sidadolog, daerah awal penyebaran marga ini bermula dari Sinaman, keturunannya kemudian menyebar dan mendirikan sejumlah perkampungan seperti Bangun Panei, Urung Panei, dan Urung Sidadolog. 

Akibat terjadi perselisihan di antara keturunannya, muncul pecahan baru yaitu  Purba Sidagambir. Dia sehari-hari bekerja sebagai petani gambir, mendirikan kampung Rajaihuta, kemudian keturunannya mendirikan kampung baru bernama Dolog Huluan.

      Daftar Raja Dolog Silou :

  1. Tuan Bedar Maralam
  2. Tuan Rajomin
  3. Tuan Moraijou
  4. Tuan Taring
  5. Tuan Lurni
  6. Tuan Tanjarmahei
  7. Tuan Ragaim
  8. Tuan Bandar Alam

      Daftar Raja Panei :

  1. Tuan Suha Bolag
  2. Marsitajuri (Parhuda Sitajur)
  3. Raja Panei III
  4. Raja Panei IV
  5. Raja Panei V
  6. Raja Panei VI
  7. Raja Panei VII
  8. Raja Panei VIII
  9. Tuan Sarmalam           
  10. Tuan Sarhalapa          
  11. Tuan Jintama              
  12. Tuan Jontama            
  13. Tuan Jadiammat        
  14. Tuan Bosar Sumalam
  15. Tuan Marga Bulan (Raja Muda)

Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog
Add caption

Gambar 3 : Raja Dolog Silou, Tuan Ragaim Purba Tambak

Keturunan Purba Tambak yang lahir dari boru Simarmata ada yang pindah ke Cingkes dan menamakan diri Purba Sigumondrong. Dari Cingkes inilah keturunannya pergi merantau ke berbagai tempat. Saat ini keturunan Purba Sigumonrong dianggap berasal dari sembilan kampung yang tersebar di Kabupaten Simalungun, yaitu :

1. Raya Panribuan
2. Sondi Raya
3. Mappu
4. Sinondang, Bawang dan Saribu Dolog
5. Merek Raya
6. Raya Tongah
7. Bahapal
8. Nagori Dolog
9. Lokkung

Dari sembilan kampung ini, keturunan mereka menyebar lagi ke kawasan di sekitarnya seperti Sambosar Raya, Marubun Lokkung, dan Togur. Sigumonrong di Marubun Lokkung dan Togur sekitarnya adalah perantau dari kampung Lokkung di Raya. Inilah yang mendasari disebut Marubun Lokkung. Keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Gerneng. Sementara untuk leluhur Purba Tondang berawal dari kampung Huta Tanoh di Kecamatan Purba, marga ini merupakan saudara dari Purba Tambun Saribu. Keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tendang. Saudaranya, Purba Tambun Saribu berasal dari Harangan Silombu dan Binangara di Kecamatan Purba, keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tambun. 

Cabang marga Purba lainnya yaitu Purba Tua, marga ini adalah pendiri kampung Purba Tua yang berada di Kecamatan Silimakuta, dari marga ini muncul Purba Tanjung yang mendiami daerah Sipinggan, simpang Haranggaol. Keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tua dan banyak bermukim di Juhar. marga inilah yang menerima kehadiran salah seorang keturunan marga Cibero di Juhar yang datang dari Tungtung Batu yang kemudian beralih menjadi Tarigan Sibero. 

Kampung asal Purba Tanjung berada di Sipinggan dekat simpang Haranggaol. Sedang pendapat lain mengatakan leluhur mereka adalah Purba Tambak, di mana salah seorang keturunannya pergi berdiam di sebuah tanjung di pinggiran Danau Toba. Pada akhir abad 18 ada seorang pemuda bermarga Tanjung berasal dari Minangkabau, ia datang ke Simalungun tepatnya ke daerah Sokkur, Raya Kaheian bersama orang Cina sebagai pekerja bangunan. Ia lalu menikah dengan seorang puteri Damanik Malayu, mengikuti adat setempat ia kemudian disahkan sebagai Purba Tanjung. Dari pernikahannya dengan puteri Damanik Malayu ini, keduanya dikaruniai 5 orang anak. 

Setelah beberapa lama berada di Sokkur, timbul kerinduannya pada kampung halamannya. Dengan berjalan kaki dia pulang kembali ke Minangkabau meninggalkan isteri dan anaknya, hingga akhir hayatnya ia tidak pernah kembali lagi ke Sokkur. Tulang belulang isterinya disemayamkan pada peti batu dan hingga kini masih tetap diperhatikan oleh keturunannya.

Adapun marga Girsang, dari hasil investigasi penulis beberapa waktu yang lalu, di mana penulis menginterview salah seorang pengetua adat Pakpak marga Cibero. Ia menjelaskan bahwa Girsang adalah keturunan dari marga Cibero. Leluhur marga ini tinggal di sebuah bukit di kampung Lehu, pemukimannya itu diberikan oleh Raja Mandida Manik karena menikahi puterinya. 

Salah seorang keturunan si Girsang ada yang memiliki keahlian meramu obat sehingga dikenal juga dengan sebutan Datu Parulas dan menyumpit burung sehingga digelari juga dengan Pangultop. Adapun nama leluhur pertama marga Girsang yg datang langsung dari Pakpak menurutnya adalah 2 orang bersaudara yaitu Girsang Girsang dan Sondar Girsang, mereka ini keturunan ke 11 dari Raja Ghaib, leluhur pertama marga Cibero. 

Keduanya melakukan perburuan terhadap seekor burung, karena mengejar burung tersebut tanpa mereka sadari telah membawa mereka sampai ke tanah Simalungun dan memasuki kampung Naga Mariah tanah kekuasaan marga Sinaga. Pada masa itu Tuan Naga Mariah tengah mendapat ancaman dari musuh yang datang dari Kerajaan Siantar, berkat bantuan si Girsang musuh dari Siantar dapat diatasi. Atas jasanya, Tuan Naga Mariah kemudian menjadikannya sebagai menantu. Setelah kematian mertuanya tampuk kekuasaan beralih ke tangan si Girsang. 

Sejak terjadinya suskesi kepemimpinan ini, masyarakat setempat bermarga Sinaga, akhirnya banyak yang mengungsi ke Batu Karang dan berafiliasi dengan marga Peranginangin Bangun. Si Girsang kemudian mendirikan kampung Naga Saribu sebagai ibukota Kerajaan Silima Huta dengan menggabungkan lima kampung yaitu Rakutbesi, Dolog Panribuan, Saribu Jandi, Mardingding, dan Naga Mariah. Keturunannya kemudian membelah diri menjadi beberapa cabang seperti Girsang Rumah Bolon, Nagodang, Parhara, dan Rumah Parik. Sebagian keturunannya yang pindah ke tanah Karo menjadi Tarigan Gersang, kampung Sinaman di Kecamatan Tiga Panah merupakan salah satu kampung yang didirikan keturunan Girsang. Adapun keturunan Purba Silangit ada juga yang menggabungkan diri dengan marga ini yang disebut dengan Girsang Silangit.

Peristiwa yang sama juga dialami salah seorang keturunan marga Cibero yang bergelar Pangultopultop, karena memburu seekor burung dari Tungtung Batu Kecamatan Silima Punggapungga membawa dirinya sampai ke Simalungun dan memasuki wilayah kekuasaan Tuan Simalobong salah satu partuanon dari Kerajaan Panei. Karena kepiawaiannya ia berhasil merebut hati rakyat Simalobong yang tengah dilanda musim paceklik sehingga rakyat Simalobong dengan sukarela memanggilnya raja. Hal ini menimbulkan kemarahan dan kecemburuan Tuan Simalobong, karena ia merasa ialah satu-satunya yang berhak menyandang titel tersebut. Akibatnya Pangultopultop berurusan dengan pihak istana dan berhadapan langsung dengan Tuan Simalobong, peristiwa ini berujung dengan adu sumpah (marbija) antara keduanya yang akhirnya berhasil dimenangkan oleh Pangultopultop. 

Kepemimpinan kemudian jatuh ke tangannya, di bekas wilayah kekuasaan Tuan Simalobong, ia lalu mendirikan Kerajaan Purba dan mengidentifikasi dirinya dengan sebutan Purba Pakpak. Mengenai Purba Pakpak, pengetua adat marga Cibero dengan tegas mengatakan bahwa Pangultopultop, sang pendiri Kerajaan Purba yang nenek moyang pertama Purba Pakpak juga bermarga Cibero. Nama asli Pangultopultop menurutnya adalah Gorga, ia memiliki seorang saudara yg bernama Buah atau Suksuk Langit, saudaranya inilah yang pindah ke Juhar dan menjadi Tarigan Sibero. Mereka ini merupakan generasi ke 20 dari Raja Ghaib, generasi awal marga Cibero.


Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog

Gambar 4 : Raja Purba XII, Tuan Rahalim Purba Pakpak

Kalau merujuk pada pendapat beliau, artinya lebih dahulu si Girsang merantau ke Simalungun dibanding Pangultopultop, ada selisih 9 generasi antara Girsang dan Pangultopultop, leluhur Purba Pakpak. Di antara keturunan Purba Pakpak ada yang membelah diri dan menyebut marganya dengan Purba Sihala dan mendiami daerah Purba Hinalang, keturunannyalah yang pindah ke tanah Karo menjadi Tarigan Purba atau Tarigan Cikala yang banyak mendiami daerah Cingkes dan Tanjung Purba, Kecamatan Dolog Silou.

Daftar Raja Purba :

1. Tuan Pangultop Ultop (1624-1648)
2. Tuan Rajiman (1648-1669)
3. Tuan Nanggaraja (1670-1692)
4. Tuan Batiran (1692-1717)
5. Tuan Bakkaraja (1718-1738)
6. Tuan Baringin (1738-1769)
7. Tuan Bona Batu (1769-1780)
8. Tuan Rajaulan (1781-1769)
9. Tuan Atian (1800-1825)
10. Tuan Horma Bulan (1826-1856)
11. Tuan Raondop (1856-1886)
12. Tuan Rahalim (1886-1921)
13. Tuan Karel Tanjung (1921-1931)
14. Tuan Mogang (1933-1947)

Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog

Gambar 5 : Rumah Bolon Kerajaan Purba


Sekilas Cerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog

Gambar 6 : Balei Bolon Kerajaan Purba

Daftar Pustaka :

1.        Purba Tambak, TBA. Sejarah Keturunan Silou. Pematang Siantar: 1967
2.        Purba Tambak, TBA & Purba, Jintahalim. Naskah Silsilah Purba Tambak. Pematang Siantar: 1967
3.        Purba Tambak, Herman, Drs. Kerajaan Silou (Historiae Politia), Edisi Kedua. Pematang Siantar: 2008
4.        Purba, MD, Letkol. Pustaha Panei Bolon. Pematang Siantar: 1970
5.        Purba, Kenan, D & Purba, J.D. Sejarah Simalungun. Jakarta: Bina Budaya Simalungun Parsadaanni Purba Pakpak Boru Pakon Panogolan: 1995

Demikian artikel, SekilasCerita Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun - Siboro Blog, apabila artikel ini bermanfaat bagi orang lain silahkan di dibagikan, Terima Kasih.

Sumber : Masrul Purba Dasuha, S.Pd


Blog, Updated at: April 26, 2017

1 komentar:

Label

Bercam (35) Bisnis (9) Budaya (11) Firtu (73) Kesehatan (81) Musik (60) properti (55) telco (10) Tips (36)
Diberdayakan oleh Blogger.
/* script Youtube Responsive */